sarikata

ketika sang waktu tidak lagi bersahabat, gunakan hati untuk bermain dengan hari

27 February 2014

kebahagiaan tidak selalu hadir dari kesenangan



Kebahagiaan tidak selalu hadir dari kesenangan, kalimat sederhana namun kadang sulit untuk dimengerti. Karena secara umum banyak yang berpendapat bahwa kebahagiaan itu sama dengan kesenangan, jadi hidup yang penuh dengan berbagai macam kesenangan pastilah hidup yang bahagia.

Apakah itu kesenangan? Dalam kehidupan sehari-hari kata “bahagia dan senang” silih berganti digunakan atau bersamaan, seolah-olah keduanya adalah padanan kata. Padahal pada kenyataannya orang yang bahagia pasti senang, namun orang senang belum tentu merasakan kebahagiaan. Jadi sesungguhnya kesenangan sendiri memiliki makna yang sangat materialistic dan semua hal yang memiliki sifat materialistic hanya sesaat.

Manusia modern saat ini cenderung materialistic dan terjebak dalam kapitalis, masyarakat yang mengagungkan kenikmatan duniawi dengan pencarian harta sebanyak-banyaknya yang kemudian dihabiskan untuk bersenang-senang secara fisik dan inderawi. Mereka-mereka yang mencari hidup dengan penuh kesenangan, adalah mereka-mereka yang hanya mencari kepuasan diri atas berbagai keinginan dan bentuk kesenangan lainnya. Mereka ini adalah manusia-manusia yang berpikir bahwa kebahagiaan adalah ketika sebanyak mungkin kesenangan yang mereka telah miliki. Namun ternyata banyak bagian dari mereka yang memilih hidup seperti ini akhirnya menghadapi masalah.

Sebenarnya manusia modern saat ini telah kehilangan makna hidupnya, mereka menjadi manusia kosong. Manusia yang sibuk dan tidak punya waktu untuk diri hakikinya, dia hanya melakukan penyesuaian diri dengan trend. Dia sendiri merasa berjuang keras untuk memenuhi keinginannya, padahal sebenarnya dia telah diperbudak oleh keinginan orang lain dan keinginan sosial.

Berdasarkan penelitian social psikologis oleh Dr. Martin Selignman, ia menyatakan bahwa kesenangan itu memiliki batas, memiliki titik jenuhnya dan akan berbeda-beda untuk tiap manusia.

Dalam islampun disebutkan dalam QS Al-Hadiid:20, “Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kenikmatan yang menipu [kesenangan yang palsu]

Lantas bagaimana dengan kebahagiaan itu sendiri? Setiap manusia tujuan hidupnya adalah mencari kebahagiaan yang hakiki, namun tidak sedikit orang akhirnya terjebak dalam kesenangan. Kembali lagi pada Martin Selignman, dalam bukunya Authentic Happines menjelaskan bahwa secara umum 3 bentuk kebahagiaan yang dicari manusia dalam kehidupannya adalah pleasant life, good life dan meaningful life.

Pleasant life atau kesenangan hidup, telah kita bahas sebelumnya bahwa kesenangan sifatnya semu dan akhirnya membawa kita pada kehidupan yang serba materialis. Konsep kesenangan hedonis ini yang akhirnya membuat alam bawah sadar manusia menjadikannya sebagai tujuan hidup, atau kita bisa sebut gambaran bagi manusia yang terjebak dalam pemuasan atas segala kesenangan adalah “hedonic treatmill”. Karena pencarian pemuasan terhadap kesenangan seperti orang berlari di reatmill (berlari di tempat), sebab sebenarnya dia tidak pernah kemana-mana.

Sebuah riset terhadap kinerja otak manusia juga menemukan bahwa tingkat kesenangan dalam hidup tidak sebanding dengan tingkat kebahagiaan. Yang artinya tidak selalu pencapaian kesenangan memberikan kepuasan hidup dan kebahagiaan hidup bagi manusia.

Good life atau kenyamanan hidup, ini hampir sama dengan kesenangan hidup. Karena di taraf ini manusia justru cenderung untuk malas beranjak, karena segala kebutuhan hidupnya terpenuhi. Baik secara material, social, dan perasaan aman, nyaman, damai serta tentram. Sampai suatu waktu tertentu situasi ini behenti dan saat itulah semua hal menjadi tidak nyaman, serta berbagai masalah yang mulai muncul satu persatu. Tidak sedikit pula manusia yang keluar dari zona ini yang mengalami gangguan psikis, kecemasan yang berlebihan, prilaku menyimpang dan psikomatis.


Meaningful life atau hidup bermakna, ditahap ini manusia lebih mencari pemahaman atas tujuan dan kebutuhan hidupnya. Selain dia memikirkan tujuan atas dirinya sendiri dan keluarganya, dia tidak melupakan kabaikan dan kebahagiaan orang lain serta lingkungan disekitarnya. Rasa kebahagiaan yang dirasakan adalah ketika orang lain merasakan kebahagiaan karena usaha dirinya, kebahagiaan untuk saling berbagi dan membantu. Sebuah perasaan yang dipenuhi dengan rasa nyaman dan bahagia.

Kebahagiaan tidak selalu hadir dari kesenangan, namun kebahagiaan selalu hadir saat kita ditengah-tengah orang yang berbahagia karena diri kita. Hati yang tunduk dan ikhlas adalah kuncinya, sikap yang ingin selalu memberikan yang terbaik dan tidak hanya memberikan kesenangan sesaat. Sebagaimana kita ketahui akan arti sedekah yang sesungguhnya (baca :give generation), daripada kita memberikan hal yang berupa fisik (uang, makanan, dll) lebih baik kita memberikan peluang dan kesempatan yang manfaatnya jauh lebih besar.

Ketundukan dan keikhlasan membuat manusia untuk hidup wajar dan mampu menghadapi masalah dengan cara bijak. Manusia seperti ini akan mampu mengambil atas segala hikmah atas kesulitan dan kegagalan yang dialami. Dengan demikian jelas bahwa pokok dari kebahagiaan seseorang adalah terletak pada hatinya, hati yang tunduk dan ikhlas. Manusia seperti ini yang mampu mengenal akan memaknai hidup, tujuan hidup dan pemahaman atas hidupnya. Dimana setiap detik hidup yang dilaluinya, akan bermakna tanpa kesia-siaan. Namun sering manusia yang seperti ini pula, dilingkungan yang penuh materialistic dan hedonism akan terlihat asing dan aneh.

10 February 2014

Give Generation


Seringkali kita mendengar istilah ‘take and give’ atau ada juga yang bilang kewajiban dulu kerjakan dan dibalik menjadi ‘give and take’. Secara tak sadar akhirnya kita digiring menjadi manusia yang tidak memiliki keikhlasan. Dimana bila suatu hal itu tidak menguntungkan atau memberikan manfaat buat kita, kita menjadi enggan atau malas untuk melakukannya. Semua yang kita lakukan menjadi memiliki tendensi, istilah ‘bila tangan kanan memberi dan jangan sampai tangan kiri mengetahui’-pun perlahan hilang dimakan waktu.

Dan semakin kesini istilah ‘take and give’ atau sebaliknya itu menggiring kita ke perbuatan-perbuatan yang akhirnya menzalimi orang lain, baik langsung ataupun tak langsung. Entah mulai lingkungan yang kecil sampai dengan lingkungan yang luas. Seperti kita apresiasikan keberhasilan anak kita dengan sebuah hadiah, contoh : bisa membaca, diberikan mainan. Ini secara tidak langsung kita mendidik generasi kita menjadi generasi yang bertendensius. Masuk menjadi pegawai dengan menggunakan uang pelicin atau karena unsur kedekatan/kekerabatan, apakah kita menyadari atau tidak menyadari bahwa tindakan iru telah mendzalimi orang lain yang seharusnya lebih berhak dan berkompeten di posisi yang sedang dibutuhkan. Makanya sekarang kita tidak perlu heran bila banyak sekali berita-berita korupsi, kolusi dan nepotisme yang sedang gencar-gencarnya diperangi, namun makin meluas dan merajalela sampai di semua level.

Iyaa.. istilah ‘take and give’ atau ‘give and take’ adalah istilah yang menjadikan kita sebagai generasi yang bertendensi. Apakah kita tidak sadar bahwa kita sekarang dibentuk menjadi manusia yang individualis, karena kita pada akhirnya akan memilih teman sesuai dengan tendensi dan ego kita? Apakah kita juga akan menjadikan generasi kita sebagai generasi pengemis? Generasi yang mau bekerja bila mendapatkan sesuatu yang setimpal atau bahkan lebih besar dengan apa yang dia kerjakan. Apakah kita rela generasi kita kelak menjadi generasi yang ikut meruntuhkan negara dan akhlak generasi-generasi selanjutnya?

Apakah kita sekarang sepakat bahwa istilah ‘take and give’ atau ‘give and take’ adalah istilah bullshit yang dimasukkan untuk merusak tatanan sosial dan ideology kemasyarakatan dan agama kita? Kemana itu gotong royong, kemana itu sikap saling membantu, kemana itu keramah-tamahan, kemana itu keikhlasan, kemana itu sikap untuk memberi.

Setujukah kita, untuk mulai saat ini kita akan membentuk sebuah generasi yang lebih maju, sebuah generasi pembangun, atau sebuah generasi yang mandiri? Setujukah kita bentuk generasi-generasi kita menjadi generasi pemberi, atau setujuhkan kita bentuk ‘give generation’? Sebuah generasi yang melakukan semua hal berasaskan keikhlasan, sebuah generasi yang tidak mengharapkan sesuatu dari yang dia kerjakan selain untuk kepentingan luas dan ridho Allah SWT. ‘Give Generation’ adalah generasi mendatang yang akan menjadi generasi maju yang tidak akan terhalangi oleh apapun, generasi yang sangat canggih dibandingkan dengan teknologi apapun. Karena ‘ give generation’ adalah generasi pencipta, generasi pemberi dan generasi entrepreneur yang akan sanggup menatap dan melangkah ke depan serta generasi yang akan diterima disemua strata ilmu, strata budaya, strata social dan strata ideology.

Lantas bagaimana cara membentuk ‘give generation’ atau generasi pemberi? Caranya cukup sederhana dan dilakukan secara berkelanjutan, yaitu dengan ‘sedekah’. Kenapa harus sedekah? Bagaimana bila kita dari kalangan tidak mampu, bagaimana cara bersedekah? Bagaimana caranya sedekah?

Bahkan apakah kita juga sadari bahwa arti dari sedekah saja sudah bergeser. Sering kita dengar bahwa senyum adalah sedekah, ajakan berbuat kebaikan adalah sedekah, menunjukkan jalan orang yang tersesat adalah sedekah, menuntun orang buta adalah sedekah. Padahal tindakan itu hanyalah perwujudan kecil dari sebuah sedekah dan bukan arti sedekah yang sesungguhnya.

Pengertian sedekah yang sebenarnya adalah sebuah akhlak atau karakter mulia, dan perwujudan sedekah yang paling utama adalah memberikan sesuap makanan kepada fakir miskin. Adapun arti dari memberi sesuap makanan adalah membuka sebuah lapangan pekerjaan untuk fakir (orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap) dan miskin (orang yang memiliki pekerjaan tetap, namun hasilnya tidak cukup untuk makan dalam 1 bulan). Iyaa.. ‘give generation’ akan membentuk sebuah generasi entrepreneur, generasi kreatif yang akan sanggup membuat peluang disetiap kesempatan atau kesempitan.

Sedekah yang sesungguhnya akan membuat kita selalu berpikir sederhana namun memiliki makna yang lebih luas dan kreatif, karena berbekal mental karakter mulia yang sangat kuat. Seorang pencipta atau seorang entrepreneur tidak memerlukan modal dalam bentuk materi, dengan karakternya yang mulia (baca tulus/ikhlas) akan memunculkan pola pikir yang sederhana dan pragmatis.

‘Give generation’ dengan bermodalkan karakter yang mulia akan sanggup  menghadapi era perubahan dan era kemandirian yang sangat-sangat penuh dengan tantangan. Kita siapkan generasi kita menuju era pemberi sedekah (pembuka lapangan pekerjaan). Semua diawali dari diri kita sendiri, karena nasib kita ada dipikiran kita sendiri. Coba kita pahami kutipan kalimat dibawah :

Amatilah pikiranmu, karena akan menjadi ucapanmu
Amatilah ucapanmu, karena akan menjadi tindakanmu
Amatilah tindakanmu, karena akan menjadi kebiasaanmu
Amatilah kebiasaanmu, karena akan menjadi karaktermu
Amatilah karaktermu, karena akan menjadi nasib (takdir)mu

Apa yang bisa kita ambil dari kalimat diatas, silahkan pikirkan dan renungkan…. Karena musuh sebenarnya setiap pribadi adalah pribadi itu sendiri dan bukan siapapun. Oleh karena itu kita harus belajar setiap saat dan setiap hari, agar tiap hari kita menjadi lebih baik untuk naik kelas. Seperti pesan Rasul kita Muhammad saw :

Jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin adalah celaka…..
Jika hari ini sama dengan hari kemarin adalah merugi…..
Jika hari ini lebih baik dari hari kemarin adalah beruntung….

Mulai saat ini, mari kita mulai dari diri kita sendiri untuk selalu berbuat dan bertindak dengan ketulusan, karena kewajiban kita adalah memberikan yang terbaik apa yang kita bisa lakukan serta mensyukuri apa yang kita miliki. ‘Give generation’ adalah pribadi yang berkarakter mulia, pribadi yang ikhlas dan bersyukur. Sebuah Pribadi yang siap setiap saat memberikan yang terbaik tanpa mengharapkan apapun atas tindakannya. Karena Allah SWT-lah yang berhak atas kejadian yang terjadi disetiap pribadi manusia, baik itu keberuntungan atau kesialan semua adalah milik-Nya dan kewajiban manusia hanya menjalani dan mensyukurinya.

Dengan pribadi ‘give generation’ tidak akan ada lagi korupsi, karena setiap pribadi akan malu untuk mengambil atau meminta yang bukan dari Allah SWT. Dengan pribadi ‘give generation’ tidak akan ada lagi kolusi/nepotisme, karena setiap pribadi akan malu menerima atas apa yang bukan hasil terbaik yang dia lakukan. Pribadi ‘give generation’ adalah pribadi yang hanya berbuat dan bertindak untuk mendapatkan ridho dan cahaya Illahi

Orang-orang yang sedang menuju Allah mendapat petunjuk melalui cahaya perjalanan, sedangkan orang-orang yang sudah sampai kepada-Nya mendapat petunjuk melalui cahaya pertemuan dengan-Nya. Golongan pertama mendatangi cahaya, sedangkan golongan kedua didatangi oleh cahaya.

”Hendaklah orang yang diberi keluasan rezeki memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya”  (QS.65:7)

(Ibnu Atha’illah)

Siapkah kita menjadi pribadi-pribadi pemberi? Apakah sanggup kita membentuk generasi-generasi kita menjadi bagian dari ‘give generation’ yang ber-karakter mulia? Marilah sama-sama kita belajar dan saling mengingatkan, semoga kita sama-sama bisa menjadi golongan pribadi-pribadi pemberi yang memiliki keikhlasan untuk memberikan dan melakukan yang terbaik untuk menggapai ridho Allah SWT dan dipenuhi dengan cahaya rahmat dan Rahim-NYA… Aamiin

01 February 2014

senyummu dari vienna #2



entah berapa lama ruh ini lepas dari raga
entah berapa lama hati ini membeku dalam hampa
entah berapa lama darah ini berhenti memancar
entah berapa lama jantung ini berhenti berdetak

saat kutersadar, kembali aku terima pesanmu
dan kembali kau bertanya kenapa kau melihatku lagi hadir dalam mimpimu

kau tarik kembali aku ke kenangan indah cinta kita
kau sadarkan aku akan arti sebuah hati dan cinta
dimana hati memiliki ketulusannya
dan cinta memiliki keikhlasannya
jika kita memiliki keduanya, tidak akan ada rasa untuk saling menyakiti dan rasa terluka

dengan hati, tidak akan keinginan untuk menyakiti
kerena cinta punya kekuatan untuk menyakiti
namun dengan hati, cinta tak akan membiarkan itu terjadi
dan cinta akan menjadi indah, karena cinta adalah memberi
sebenarnya cinta tidak akan mampu menyakiti

cinta adalah persembahan dan keikhlasan
saat cinta mengharapkan penghargaan
saat cinta mengharapkan pengertian
saat cinta mengharapkan pengakuan
saat cinta mengharapkan perhatian
maka cinta akan menunjukkan kekuatannya untuk menyakiti, karena itu bukan sebenarnya cinta

terimakasih cintaku
terimakasih hatiku
terimakasih sahabatku
senyummu, kembali menghangatkanku dari beku
......