sarikata

ketika sang waktu tidak lagi bersahabat, gunakan hati untuk bermain dengan hari

13 May 2014

Surprise dari Vienna



“Surprise.. surprise.. surprise.. coba tebak aku dimana?” tiba-tiba aku dengar suaramu dari nomer yang asing.
“Kamu di Jakarta?” selidikku
“Kurang tepat.. coba tepatnya dimana?”
“Di Bandung?” tanyaku lagi
“Makin salah… kamu keluar sekarang yaa…” aku makin bingung dengan jawabanmu
“Aku di depan kantormu…”

Emang benar-benar surprise, karena sebenarnya yang aku harapkan di depan kantorku dan menjemput aku bukan dirimu. Kau datang bersama mama dan papa, senyum dan sapamu masih tidak berubah. Benar-benar masih seperti  6 tahun lalu saat kita berpisah dan masih melekat dalam ingatanku pertemuan sesaat kita di Vientiane beberapa minggu lalu.

Benar-benar makan malam yang sangat menyenangkan bersama kalian, kita selalu bisa bercanda, diskusi dan menceritakan hal-hal yang kita lalui dimana mama/papa, kamu dan aku tidak di tempat dan waktu yang sama. Banyak hal-hal yang menjadi beban kita, bisa kita share dan saling memberi dukungan serta jalan keluar. Kembali iingatanku ke masa 6-11 tahun silam, saat kita masih bersama dengan segala keterbatasan dan masa-masa yang tetap terkenang indah. Terimakasih mama, terimakasih papa… karena kalian sempat memberikan aku waktu untuk menjadi bagian dari kalian dan belajar banyak hal.

Serta special juga aku ucapkan terimakasih untuk Vienna-ku, yang meskipun banyak hal yang tidak sempurna atas kebersamaan kita. Perhatianmu masih sangat terasa, meskipun kau tahu bahwa hati ini bukan milikmu lagi. Ketulusanmu sangat terasa dari tatapan matamu yang masih sangat meneduhkan hatiku, serta senyum dan tutur katamu terasa sangat menyegarkan hatiku yang teramat lelah.

Kehadiranmu telah melengkapi dan membuka kembali mata aku, bahwa hati tidak akan bisa dipisahkan oleh jarak dan waktu. Dari kalimat dan kekhawatiranmu yang membuat kau tempuh jarak waktu kurang lebih 20 jam, seolah tidak ada yang bisa membatasi sebuah keyakinan. Dan aku masih teringat kalimat Batuo Shi yang mungkin berhimpitan, “Seorang Raja yang tidak mengenal rakyatnya, dia hanyalah seorang Raja dan dia tidak akan bisa menjadi seorang pemimpin. Karena seorang pemimpin yang mengenal rakyatnya akan memiliki hati dalam setiap langkah dan pemikirannya. Dengan hati sang Raja akan memiliki cinta, karena cinta itu untuk saling mengisi dan bukan untuk mengemis ataupun meminta. Cinta itu tidak merubah seseorang, tapi seseorang akan berubah untuk kebahagiaan cintanya. Cinta bukan sebuah kepura-puraan, karena cinta adalah sebuah ketulusan dan keindahan berbagi.” Bila Raja dan rakyat saling memiliki hati, mereka akan memiliki sebuah ikatan yang sangat kuat dan ikatan yang kuatlah yang bisa membangun dan merubah sebuah negara menjadi surga.

Dan satu hal lagi yang kalimat Batuo Shi bila kita dihadapkan pada sebuah masalah, “Bila beban itu sudah semakin berat dan melelahkan, letakkan dan lihatlah yang menjadi beban kita. Agar kita bisa melihat dengan jelas apa itu sebenarnya, apakah memang masih bisa kita perjuangkan sampai akhir atau apakah itu akan terselesaikan oleh waktu ataukah memang harus kita lepas dan lupakan.” Dan inilah yang juga pernah kita lakukan, sekarangpun kembali aku melakukannya.

Terimakasih buat semuanya yang selalu ada buat aku di kondisi apapun dan terutama disaat aku yang sedang rapuh seperti ini, kalian benar-benar merupakan orang-orang terbaik yang aku miliki. Terimakasih buat yang sudah jauh-jauh dari Vienna, mama dan papa atas waktu dan makan malamnya yang sungguh menyenangkan. Terimakasih buah Shinzi dan Li atas trip-nya yang akhirnya mempertemukan aku dengan Batuo Shi.

Minggu yang sangat melelahkan, membahagiakan dan complicated.

09 May 2014

kau telah bunuh hatiku saat kubernafas untukmu



Siapakah yang bisa berdamai dengan perasaan? Kita hanyalah makhluk yang lemah dan bahkan mungkin kita terlalu lemah untuk bisa mengendalikan gejolak perasaan kita. Tapi kita tidak bisa pungkiri, tanpa perasaan yang kita miliki hidup kita tidak akan memiliki makna dan akan hambar. Kita tidak akan mengenal sedih, tangis, gembira, bahagia, marah, benci dan ungkapan-ungkapan lainnya. Apakah yang bisa mengendalikan perasaan kita?

Kita dianugerahkan sebuah hati, hati yang sanggup merubah beban menjadi sebuah amanah. Namun bilakah gerangan kalo hati ini telah kau bunuh, disaat ku bernafas hanya untukmu. Disaat perhatian dan langkahku tercurah untukmu, hanya karena sedikit riak gelombang serta hembusan angin senja dan engkau dengan serta merta merubah haluanmu. Terasa sakit dan perih yang kurasakan, seperti sayatan beribu mata pisau. Namun hati ini tetap sanggup menahan rasa sakit dan perih ini.

Sore itu aku temui dirimu di tempat biasa, bukan karena rasa sakit dan perih ini yang telah hilang. Namun karena dihatiku masih ada rasa cinta dan cita untuk dirimu, serta hati ini ingin tahu apakah dihatimu masih ada cinta dan cita yang sama untuk aku.

Waktu di dinding sudah menunjukkan pukul 17:00 dirimu belum juga muncul, hati ini berasa berdegup kencang dan penuh pertanyaan yang membuat aku nervous. Masih teringat diingatanku, saat-saat kita bersama dengan rangkain masa depan kita yang begitu Indah. Lima belas menit berlalu dan kau muncul dengan senyum dan sapamu, kemudian kau duduk disampingku dengan menggunakan t-shirt putih dan celana hitam. Seolah kau tidak pernah memiliki rasa canggung, padahal kita dalam situasi yang sangat tidak nyaman.

Kau bicara tentang hari-harimu, kegiatanmu, kesibukanmu dan sebagainya, sampai kemudian kau belokkan pembicaraan tentang kita. Kau bahas tentang kedekatan hubungan kita, dan keintiman kita. Rasa bahagia, sedih dan sakit berbaur, tak terasa mata ini berkaca-kaca karena betapa rasa cinta ini tak pernah pudar kupersembahkan untukmu. Hati ini tidak bisa berbohong, bahwa engkaulah wanita yang sangat-sangat aku cintai dan aku sayangi. Tidak akan aku biarkan air mata menetes dari dirimu, aku hanya ingin kau bahagia.

Kulihat bibirmu bergetar seolah tak kuasa menahan luapan emosi dalam hatimu yang tengah berguncang. Aku sadar pembicaraan ini akan bermuara kemana, namun aku hanya bisa diam dan bersikap tegar. Meskipun sebenarnya aku jauh lebih terguncang dan teriris mendengar setiap tutur kata peraduanmu. Hanya aku tidak akan sanggup menunjukkan diriku yang sangat rapuh dihadapanmu, aku tidak akan menambah beban pikiranmu atas keadaan diriku saat ini.

“Peluk aku, aku sangat merindukan cintamu” bisikmu padaku, “Peluk aku.. aku ingin memulai segalanya dari awal dan kita rangkai kembali cita dan cinta kita yang sempat terhenti. Kita mulai semuanya dari awal dengan cara yang baru, tetap dekap dan cintai aku.. Karena aku sangat-sangat mencintaimu”

Aku peluk dirimu, aku benar-benar tak kuat dan aku merasa setiap tetes air matamu seperti hujaman mata pisau ke diriku. Aku tersadar, bahwa bukan hanya aku yang merasa terluka dan tersakiti selama ini, melainkan juga dirimu yang boleh jadi juga tersiksa atas kepergianku. Ada banyak kata yang tak bisa keluar dari bibirku dan ada banyak perasaan yang tak bisa aku terjemahkan menjadi sebuah kalimat ungkapan perasaanku, bahwa aku juga masih sangat-sangat mencintai dan menyayangimu.

Hari-hari kembali kita lalui dengan penuh cinta dan cita yang begitu Indah, tidak ada waktu yang terlewatkan tanpa ungkapan perasaan cinta kita. Tidak ada detik yang tidak terisi oleh rasa kerinduan akan kehadiran diri kita dalam bentuk apapun. Kembali kita rangkai mimpi dan harapan yang sempat terkubur dalam keputus asaan kita.

Hingga pada saat tertentu, engkau dengan kalimat-kalimatmu yang begitu tajam.. engkau tidak hanya menyiksa perasaanku, namun engkau telah bunuh hatiku saat aku bernafas untukmu. Tak sadarkah dirimu, bahwa cintamu seolah telah berubah menjadi sebuah pisau yang menghujam hatiku. Maafkan aku bila cinta ini tidak sesempurna seperti yang kau harapkan, namun yang pasti cinta ini hanya untukmu dengan segala kekurangannya.

Air mata dan kepedihan ini telah mongering untuk mengalir dan merasakan pedih kembali, karena hati ini telah terbunuh oleh cintamu. Kau telah bunuh hatiku saat kubernafas untukmu.

*inspirasi :  aphrodite

06 May 2014

Sunyi diantara Keramaian



Senja telah menghampiri dan haripun segera direngkuh malam, warna jingga mentari sore seolah lidah-lidah api dipandanganku. Aku laju mobilku menembus rapat dan ramainya jalur ibukota, yang sebentar lagi mungkin akan makin padat dan kemacetan akan menjadi pemandangan yang taka sing lagi setiap harinya. Dalam sejuknya AC di mobil aku putar music dengan begitu keras, entah sudah berapa lagu yang telah silih berganti dan tak satupun lagu itu terasa dan terdengar olehku. Pikiranku sedang tidak ada di diriku, hatiku sedang melayang entah kemana. Hanya satu hal yang aku tahu, aku bosan dan sudah sangat bosan dengan hingar-bingar serta hal-hal yang ada disekitarku. Kurasakan sunyi diantara keramaian....

Terasa begitu sunyi dan sepi, aku seperti tersingkirkan dari semua angan-angan dan mimpi-mimpiku. Dunia yang selama ini memanjakanku dengan impiannya, dunia yang selama ini begitu menjanjikan berjuta kebahagiaan, dunia yang selalu menyertaiku selama ini tiba-tiba mencampakkanku selayaknya kutu. Kemana semuanya? Kemana teman? Kemana sahabat? Mereka semua telah pergi, mereka memandangku dengan pandangan yang sinis dan jijik. Mereka seperti melihat kotoran atau gembel yang sudah bertahun-tahun tidak ketemu air dan sabun mandi.

Sebenarnya perlahan-lahan Dia telah menunjukkanku kuasa-Nya, memperlihatkanku apa artinya menjadi manusia yang sesungguhnya. Namun aku telah terbutakan oleh mimpi-mimpiku, aku telah terbuai dengan duniaku dan aku telah lupa siapakah pemilik sebenarnya dari diriku dan apa yang aku miliki. Hempasan ini begitu sakit dan teramat sakit serta perih, seperti terjatuh dari tebing ketinggian dan begitu terjal.

Dan saat kutersadar dari dari kealpaanku, aku tahu ini sebuah kesempatan untuk kembali menggapai mimpiku. Aku juga sadar saat sebuah kesempatan telah diberikan, maka aku tidak boleh memiliki seribu alasan untuk mengeluh atau aku akan menyesal nantinya. Karena aku tidak mau menjadi pecundang, karena seorang pecundang tak lebih  dari seorang pengecut dan penakut. Tak ada pilihan lain selain bangkit dan focus membuat jalan untuk meniti menuju ke jalan-Mu.

Perlahan kuhentikan laju mobilku di halaman sebuah masjid dibilangan kebon jeruk, aku teriak sejadi-jadinya di dalam mobil. Aku keluarkan semua kekesalanku, aku berjanji akan bisa bangkit kembali menuju hangat pelukanMu dan kembali akan aku meniti jalanMu. Aku matikan mesin mobilku dan aku turun masuk menuju ke masjid.

Aku ambil air wudhu yang terasa sangat menyegarkan diri, pikiran dan hati aku yang sudah sangat penat. Setelahnya aku masuk ke masjid dan aku sunnah serta sujud kepadaMu, sungguh-sungguh aku sangat merindukan pelukanMu. Masih tergambar jelas dalam ingatanku, betapa dunia telah membelengguku dan kemudian menghempaskanku. Auranya begitu kuat mengikat diri dan hatiku, aku sangat-sangat menyesal dan benci akan belenggumu yang terasa begitu Indah. Tawapun terasa hambar, lepaskan aku dari jeratmu dan enyahlah dari sunyiku. Biarkan aku menjadi diriku tanpa harus dibayangi wajahmu, tubuhmu seakan lekat dalam sunyiku dan dengan cara apa supaya kamu pergi dalam halusinasiku. Dadaku bergemuruh sesak memburu nafasku, dan jantungku berdetak tak beraturan.

Tak jauh dari tempatku terpekur, ada seorang bapak-bapak berkata “Kita hanya perlu belajar dengan serius, agar kelak kita bisa hadiahkan hasil kesungguhan kita pada mereka dan kita akan lihat kebahagiaan mereka. Itu akan jauh lebih baik, dibandingkan kegelisahan kita dan memikirkan sesuatu yang belum jelas atau focus adanya.” Kalimat itu benar-benar mengusikku, siapakah bapak ini? Siapapun dia, terimakasih karena telah mencambukku dengan sebuah kalimat yang mungkin akan selalu aku ingat.

Subhanallah… kembali Dia memperlihatkanku betapa menyedihkannya orang-orang yang memiliki niat menjadi yang terbaik dimata orang lain. Tentu akan sangat melelahkan dan merugikan diri kita, melakukan sesuatu hanya demi manusia. Tentu dada akan terasa sesak, nyali akan menciut dan rasa sakit serta air mata akan jatuh sia-sia, kita tidak akan menghasilkan apa-apa dan menjadi siapa-siapa.

Berhentilah merengek, jadilah diri sendiri dan mulailah membiasakan diri mendengarkan kalimat-kalimat yang tidak mengenakkan serta berhentilah mendustai diri sendiri. Karena jika kita tidak bisa melakukan itu semua, sangat memungkinkan akan menurunkan kepercayaan diri dan tekad kita yang sesungguhnya terpancang kuat di nurani kita. Dengarkanlah nurani kita, karena itu adalah anugerah terbesar dan detector terkuat dan tercanggih yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Wahai Engkau yang maha lembut hatiMu, lapangkanlah dadaku atas segala kegundahan hatiku, kekasaran sifatku dan perangai burukku. Karena aku tidak mau lagi kehilangan hangat pelukan-Mu dan aku tidak ingin lagi berpaling dari-Mu.

Wahai Engkau yang maha Perkasa, kuatkanlah hati dan nuraniku. Mohon kukuhkan nuraniku dari hal-hal yang menyesatkanku dan melemahkanku, karena diriku terlalu lemah dan teramat kecil tanpaMu.

Astaghfirullah al-'Adheemal-ladhi la ilaha illa Huwal-Hayyul-Qayyum wa atubu ilaih