Tuhan
dan Uang perbedaannya sangat tipis, hanya diri kita sendiri yang tahu apakah
benar kita beragama dan ber-Tuhan ataukah semuanya hanya semu. Karena banyak
dari diri kita yang hidupnya didominasi oleh nafsu untuk mencari uang dan itu
sebagai tujuan tertinggi dalam hidupnya. Sampai-sampai dikorbankan dirinya
sendiri, keluarga dan orang disekitarnya untuk kepuasan Pribadi.
Seorang
pengusaha demi keuntungan jangka pendek, ia mengorbankan kepentingan karyawannya.
Semua fasilitas dibuat seminim mungkin, sehingga keuntungan jangka pendek bisa diperoleh.
Karena uang adalah Tuhan di dalam hidupnya, demi memperolehnya dia bersedia
melakukan apapun termasuk membuat pegawai paling setianya hidup dalam
kekurangan.
Pada
sebuah kelas karyawan terjadilah sebuah kejadian yang cukup unik, sang trainer
berkata “Seandainya saya Tuhan, silahkan ambil amplop yang ada di meja anda dan
isilah dengan benda berharga apapun yang anda miliki (bisa uang atau apapun).
Karena saya (Tuhan) menginginkannya”. Sontak mereka mengambil amplop itu dan
mengambil dompet, kemudian dimasukkannya sejumlah uang ke dalam amplop. Apakah
emang hal yang paling berharga yang kita miliki adalah uang? Apakah kita akan
mengekspresikan iman kita dalam bentuk uang? Apakah Tuhan lebih menginginkan
uang kita daripada iman kita?
Apakah
diri kita sama seperti mereka? Menuhankan uang, seperti ulah sang pengusaha.. Atau
menguangkan Tuhan, seperti para karyawan diatas…
Akankah
kita merubah nilai-nilai Tuhan dan agamanya, dengan nilai-nilai dunia dan
materialnya. Apakah mungkin nilai-nilai agama sanggup mendorong kita menjadi
manusia-manusia yang bisa bekerja secara professional untuk mencapai kemajuan
dan kemakmuran bersama? Malah sering kita jumpai di lingkungan kita bekerja,
menemukan orang-orang yang tidak bekerja professional dengan alasan agama. Tanggung jawab professional jadi terbengkalai
dan agama dijadikan alasan pembenaran untuk kelalaian itu. Apakah agama yang
kita anut adalah agama yang memiskinkan, yang membuat kita sebagai penganutnya
tidak bisa menjalani panggilan hidup secara kompeten dan total. Bukankah agama
mengajarkan kita untuk semakin tulus dalam menjalani panggilan hidup, agar
selalu bertindak maksimal dan professional.
Bahkan
sering kita jadikan agama hanya sebagai sarana pelarian dari kesulitan. Dimana
saat kita kesulitan, ibadah dan do’a kita makin rajin. Bukankah itu artinya
agama dan keyakinan serta sembah sujud dan do’a kita adalah semu semata. Dan bukankah kitapun mengerti, kalo disetiap masalah atau kesulitan harus kita cari solusi atau jalan keluarnya. Tidak hanya dengan berdo'a saja dan masalah itu akan selesai, tapi perlu sebuah tindakan nyata.
Tahukah
bahwa sebenarnya apa yang diajarkan dalam agama itu?
Agama
mengajarkan kita untuk memiliki keyakinan dan optimisme, dengan mempercayai
bahwa Tuhan ada dan hanya menginginkan iman kita untuk mencapai puncak spiritual.
Agama
mengajarkan kita untuk disiplin dan professional, dengan kita selalu
mengerjakan ibadah sesuai dengan waktunya serta khusyuk disetiap ibadah dan do’a
kita.
Agama
mengajarkan kita untuk hidup sederhana, dengan hidup hemat sesuai kebutuhan
kita dan untuk selalu berbagi dalam setiap kebahagiaan kepada sesama.
Agama
mengajarkan kita untuk selalu jeli dan teliti, dengan selalu melihat dan
membaca setiap kejadian yang ada di sekitar kita
Kemudian
sudah sampaikah kita pada sebuah kesimpulan bahwa keyakinan pada Tuhan itu akan
mendorong manusia untuk mencapai sebuah kemakmuran spiritual maupun material.
Dan keyakinan pada Tuhan bukanlah suatu komoditas untuk mencari uang
(menguangkan Tuhan) atau uang sebagai tujuan utama hidup (menuhankan uang).
Agama dengan ajarannya akan memperkaya hidup manusia secara utuh dan mencapai
kebahagiaan spiritual yang sejati.
*inspirasi Max Weber
*inspirasi Max Weber