sarikata

ketika sang waktu tidak lagi bersahabat, gunakan hati untuk bermain dengan hari

19 July 2017

haruskah memasang foto di medsos?


Seringkali saat ini kita dibingungkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan aurat wanita. Semakin terbukanya dunia informasi, social media dan produk smartphone, makin sering kita lihat saudari-saudari kita yang menampilkan dirinya, nama kerennya saat ini mengekspresikan diri.

Padahal tanpa mereka sadari bahwa mereka telah mengumbar aurat dan nilai-nilai kesombongan. Perlahan dan pasti kita akan membenarkan atau menganggap lumrah hal-hal yang seharusnya kita hindari. Dan akhirnya kita membiarkan saudari-saudari kita masuk kedalam fitnah yang mereka perbuat sendiri.

Sebelum mengambil kesimpulan, boleh tidaknya kita mengekspresikan diri meskipun kita sudah tutup semua aurat kita. Lebih baik kita lihat beberapa referensi dari Al Qur’an dan hadist berikut.

Apakah dan Manakah Aurat


ياأْيّهاالنّبي ّقل لأزْواجك وبناتك ونساءالمؤْمنين يدْنين من جلابيبهن ّذلك أدنىأن يعْرفْن فلا يؤْذيْن وكان الله غفورا رحيما
[59: الأحزاب]

“Wahai Nabi, suruhlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu serta perempuan-perempuan yang beriman, supaya melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” (Al Ahzaab:59)

Bila dilihat dari penjelasan di atas bahwa sudah jelas aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, namun coba kita lihat penjelasan-penjelasan ulama berdasarkan mazhab (perbedaan) :

1      Mazhab Syafi’i  
Aurat wanita merdeka di hadapan lelaki ajnabi (bukan mahrom) ialah seluruh tubuh badan tanpa kecuali



2      Mazhab Hambali
Semua anggota wanita adalah aurat tanpa kecuali kepada lelaki ajnabi


3     Mazhab Hanafi  
Semua anggota tubuh wanita bagi lelaki ajnabi adalah aurat kecuali muka dan dua tapak tangan hingga ke pergelangan tangan dan dua tapak kaki


4      Mazhab Maliki
Aurat wanita merdeka di hadapan lelaki adalah seluruh tubuh kecuali muka dan dua tapak tangan


Bahkan untuk sesama jenispun tidak diperkenankan melihat aurat sesama jenisnya, seperti sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut :

عنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
((لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ)) [صحيح مسلم]

“Seorang lelaki tidak boleh melihat aurat lelaki lain, demikian juga wanita tidak boleh melihat aurat wanita yang lain. Tidak boleh dua orang lelaki berada (tidur) dalam satu selimut demikian juga dengan wanita dilarang berbuat demikian.” [HR Muslim]


Hukum Wanita Keluar Rumah

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى [الأحزاب: 33]

“Dan hendaklah kamu (wanita) tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu”. [Al-Ahzab: 33]

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ [الأحزاب: 53]

“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih Suci bagi hatimu dan hati mereka.” [Al-Ahzaab:53]

Bila dilihat dari kedua ayat di atas, bahwa sebaik-baiknya tempat bagi wanita adalah di rumahnya. Dan bilamana ada tamu atau laki-laki lain yang bukan mahram tidak seharusnya ditemui secara langsung, tapi temui mereka dibalik tabir (dinding/pintu) karena hal ini akan menjaga hati kita dari fitnah. Pada  QS Al Ahzaab ayat 53, berbicara tentang istri Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam yang notabene hati mereka lebih baik dari hati wanita sekarang, oleh karena itu, muslimah zaman sekarang seharusnya lebih menutup diri dalam muamalah dengan lawan jenis karena hati mereka lebih mudah untuk terkena fitnah dan supaya mereka tidak membikin lawan jenis terfitnah.

Jadi sudah sangat jelas, bahwa sebaik-baiknya wanita muslim adalah menjaga kehormatannya dengan tidak menampakkan dirinya kesiapapun yang bukan mahromnya.

Perhatikan juga hadist dibawah ini :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.”
[HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad.]

Meski seorang wanita menutup seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangannya, kemudian dia jalan diantara laki-laki, tidak bisa menjamin selamatnya orang yang melihatnya dari fitnah, sebab wajah wanita memiliki daya tarik yang sangat kuat terhadap laki-laki. Sehingga meski seluruh badannya tertutup dengan baik akan tetapi jika wajahnya dibuka, maka itu bisa menimbulkan fitnah di hati orang yang memandangnya.

Coba bayangkan seandainya dia memasang foto dirinya di social media dan personal picture di produk smartphone, dimana para lelaki bisa melihatnya lama-lama tanpa merasa malu, sebab tidak ada orang yang tahu. Dan hal tersebut bisa mendatangkan berbagai fitnah baik bagi pria maupun wanita.

Bahkan untuk sholatpun, sebaik-baiknya tempat sholat seorang wanita adalah di rumahnya. Seperti kisah berikut :
Ummu Humaid istri Abu Humaid As-Sa’idy mendatangi Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata: Ya Rasulullah sesungguhnya aku suka jika salat bersamamu. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam menjawab :

قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلَاةَ مَعِي، وَصَلَاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي دَارِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِي

“Aku sudah tau kalau engkau suka salat bersamaku, akan tetapi salat di kamarmu lebih baik dari pada di luar kamar, dan di luar kamar lebih baik daripada di luar rumah, dan di luar rumah lebih baik daripada di mesjid kaummu, dan di mesjid kaummu lebih baik daripada di mesjidku.” [Musnad Ahmad : Hadits hasan]

Betapa Islam sangat melindungi, menghargai dan menghormati wanita, Islam juga sangat menghormati seorang ibu. Dimana juga disebutkan dalam sebuah hadist yang terpisah, seorang ibu kita hormati sampai 3 kali dan hanya sekali bagi ayah.

Dari beberapa ayat Al Qur’an dan Hadist diatas, kita sebagai manusia yang dibekali oleh akal, maka kita bisa mengambil sebuah kesimpulan apa yang seharusnya kita lakukan. Memang tidak ada hadistnya untuk yang melarang kita untuk memasang foto kita di media social atau smartphone kita, sebab pada jaman Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam belum ada.

Apakah disini kita bisa sama-sama sepakat bahwa memasang foto diri (terutama wanita) di social media atau personal picture di smartphone atau media apapun yang bisa dilihat siapapun yang bukan mahrom kita, 

08 June 2017

Ketika Tuhan Hilang - sadarkah kita?

Pernahkah kita bertanya ke diri kita apakah Tuhan masih ada di hati dan diri kita? Atau jangan-jangan Tuhan di hati dan diri kita sudah berubah wujud tanpa kita sadari...

Kita saat ini berdiri ditengah-tengah hiruk pikuk dunia yang sangat indah, penuh dengan janji-janji kesenangan yang sangat mempesona dan melenakan kita. Keindahan dan kenikmatan dunia menjadi tipu daya yang sangat menarik untuk dikejar dan diraih, sehingga banyak sekali diantara kita lupa tujuan yang sebenarnya.

Ketika kita berikrar dan meyakini bahwa Tuhan maha besar, maha pengasih, maha penyayang, yang memiliki segala alam semesta seisinya dan yang maha memberikan atas apa saja yang kita minta. Namun sering kali yang kita minta malah menghilangkan Dia di hati, pikiran dan langkah kita.

Bahkan saat ini kita semakin ketakutan dengan dunia, rasa takut akan akhirat menyingsing pergi. Sehingga tanpa sadar tindakan atau perilaku kita saat ini hanya terpaku pada nilai-nilai duniawi, demikian juga tanpa sadar hal ini kita turunkan pada anak-anak kita. Sehingga menjadikan mereka generasi yang tidak memiliki keikhlasan dan tidak bisa bertindak dengan hati ataupun tidak ada hasil timbal balik untuk dirinya sendiri.

Tanpa sadar mulai usia dini kita sudah diajarkan dan mengajarkan hal-hal yang sifatnya duniawi, meskipun bersampul akhirat.

Seperti ketika baru belajar jalan, seringkali orangtua ada yang berujar kalo bisa jalan  nanti akan kita belikan sepatu baru. Padahal sebuah fitrah kewajaran dari bayi kita tumbuh dan bisa berjalan, dengan atau tanpa sepatupun secara normal kita pasti akan bisa jalan. Kecuali Allah memberikan sesuatu hal yang spesial, sehingga kita tidak bisa menikmati nikmatnya bisa berjalan diatas kaki kita.

Ketika kita tumbuh lebih dewasa lagi, kalo bisa naik sepeda nanti akan dibelikan coklat atau ditraktir makan ditempat yang menyediakan makanan yang disuka. Kenapa tidak kita tekankan manfaat apa yang didapat ketika kita bisa bersepeda, seperti bisa mencapai tujuan dengan lebih cepat atau membuat diri kita lebih memiliki manfaat bagi orang-orang sekitar kita.

Ketika kita sekolah, kita selalu ditekankan belajar yang rajin agar nilainya bagus. Bila nilainya bagus bisa ranking di kelas, bisa mendapatkan beasiswa dan bahkan bisa melanjutkan di sekolah favorit atau sekolah yang bagus. Kenapa tidak kita diajarkan atau ajarkan untuk mensyukuri nikmat kesempatan bersekolah dengan belajar sepenuh hati menyerap ilmu hanya karena Allah dan bisa bermanfaat bagi diri dan orang2 sekitar kita. Bukannya dengan kita belajar sepenuh hati, otomatis hal2 yang bersifat duniawi akan mengikuti.

Pada saat kita bekerja, seringkali kita melihat berapa gaji yang bisa kita dapatkan dan seandainya sedikit kita tolak atau bahkan ada yang tetap diterima kerjaan itu dan kemudian bilang bekerja sesuai gaji. Sadarkah kita bahwa setelah kita menandatangani sebuah kontrak, maka itu juga mengikat dan disaksikan oleh Allah. Sehingga apa yang kita lakukan akan diganjar langsung, melalui perantara yang populer dengan sebutan gaji.

Sadarkah kita telah menggeser Tuhan kita dengan mereka semua. Seringkali kita ketakutan saat di dompet kita tidak ada uang, sehingga kita berupaya mendapatkannya dan bila susah kita upayakan dengan segala cara entah itu halal, semi halal, tidak yakin halal atau bahkan cara yang diharamkan.

Sadarkah bahwa misal saat kita melihat HP terbaru dan kita ingin banget memilikinya dan berupaya memiliki dengan harga selangit, pada saat itu kita telah geser Tuhan kita.

Dimanakah Tuhan kita, apakah masih dihati kita atau telah hilang tergantikan dengan segala keinginan duniawi. Silahkan dipertanyakan di hati kita masing-masing.

Semoga jawabannya masih ada Tuhan di hati kita, sehingga setiap langkah kaki karena Dia, setiap tindakan kita karena Dia, setiap perilaku kita karena Dia dan keikhlasan selalu ada di hati kita.

Semoga generasi-generasi saat ini dan selanjutnya akan menjadi generasi pemberi atau bisa kita sebut Give Generation, sebuah generasi yang bisa berpikir sederhana dan mampu melihat peluang sekecil apapun demi kebaikan dan kebahagiaan orang-orang disekitarnya dan semua yang dilakukan dengan keikhlasan lillahi ta'ala.

Akankah kita biarkan Tuhan menghilang dari hati kita?

21 April 2017

kosong tanpa isi

Jangan pernah menilai apa yang terlihat, cukup syukuri apa yang kita miliki saat ini atau kau akan kosong tanpa isi.

Seringkali aku dengar suara-suara sumbang seorang atas apa yang kesuksesan yang nampak dimiliki seorang yang lain. Seringkali kita telah melakukannya entah sadar atau tidak dengan pasti.

Seolah kita memasuki suatu belantara dan merasa asing disana. Lalu kita bangun apa yang jadi pemikiran kita disana, kita tanamkan persepsi kita yang kemudian menjadi bunga-bunga yang merona malu dengan indahnya.

Satu persatu kumbang dan kupu-kupu mendatangi bunga tersebut dan membangunkan kita. Geliat pemikiran kita merekah indah diantara rintik hujan pola pikir dengan romantisnya.

Indahnya sangat mempesona, penuh warna-warni dengan pesona merah jambu. Makin indah ditimpa rona marun senjakala.

Terasa sangat manis bak madu, tak satupun akan mampu menolaknya atau menyangkalnya dengan persepsi pemikiran apapun.

Namun sayang, semakin persepsi kita terbentuk maka kesadaran itu perlahan pasti makin terjaga. Ternyata semuanya hanyalah kefanaan, tak satupun yang kita inginkan akan memuaskan kita.

Karena mereka tak satupun yang memahami apa yang sebenarnya jadi kebutuhan dan keinginan kita yang sesungguhnya. Karena semua yang nampak dan dimiliki hanyalah buah dari ego yang disajikan dengan indah.

Perlahan rasa mual dan muak atas apa yang kita perjuangkan, semuanya terasa menjadi sia-sia. Satu persatu pemikiran dan persepsi yang diperjuangkan itu menyerang balik ke diri kita.

Semua yang kita bangun, pelihara dan perjuangkan tidak mampu menjaga kita dalam ketenangan. Dan akhirnya kita bunuh dan singkirkan mereka semuanya, tanpa sisa.

Lalu kita pergi dan keluar dari belantara yang telah kita bangun indah, yang kini kembali pucat pasi. Kosong tanpa isi

Hanya selongsong tubuh tanpa nyawa, terasa mati dan hampa

21 March 2017

sesungguhnya yang ada adalah ketiadaan

Saat sedang ngupi di salah satu warkop deket sekolah anak, sambil nungguin anak yang lagi ujian. Dapat temen ngobrol yang juga lagi menikmati kopi sambil ditemani singkong goreng, tahu isi dan sebatang rokok yang belum menyala di piring kecil tatakan gelas kopi-nya.

Yang menarik dari obrolan itu adalah pada saat pertanyaannya, "Kenapa kok kita bisa merasa dekat dengan gusti Allah pada saat kita terpuruk ya mas?"

Jadi teringat kembali tulisan pertamaku, ada dari ketiadaan. Itulah mungkin alasan kenapa kita selalu merasa lebih dekat dengan Allah pada saat kita terpuruk atau lagi sedih atau lagi tertimpa musibah atau lagi merasa kosong atau lagi merasa sendiri. Karena Allah sendiri ada dari ketiadaan, dari ketiadaan dan kehampaan Allah menciptakan segala yang ada di bumi, kemudian dia menuju ke langit dan menyempurnakannya menjadi tujuh langit.

Segala kesempurnaan, kenikmatan dan keindahan yang kita rasakan, semuanya adalah ciptaan-NYA. Seringkali kita jadi lupa atas keberadaan-NYA hanya semata2 demi ciptaan-NYA, ya seringkali manusia lupa bahwa sesungguhnya dia juga ciptaan yang mencintai ciptaan dan bahkan sampai2 menyekutukan Allah.

Di cerita pewayangan atau cerita Hindu, seorang raja atau manusia jika ingin mencapai tingkat tertinggi dari rohani harus melepaskan hal yang bersifat duniawi dan menjauhkan diri dari keramaian, untuk bertapa atau bersemedi di dalam hutan belantara atau gua. Agar bisa merasakan kehadiran Allah atau Sang Hyang Widhi Wasa dan mencapai kesejatian. Di dalam kesunyian jiwa merasakan ketenangan, dalam kesenyapan hati akan merasakan kehangatan, dalam gulita akan melihat terang tanpa lentera, yang tujuan akhirnya akan merasakan kehampaan hakiki yang terasa penuh kehangatan rasa kasih.

Allah adalah ketiadaan yang nyata, kehadirannya terasa pada saat kita mampu kosongkan hati dan pikiran kita dari keinginan dunia. Maka sesungguhnya saat kita ingin meraih kehidupan dunia bukan Allah yang menjauh, tapi kita yang menjauhkan diri darinya karena kita terlena dengan kecintaan atas keindahan dan kenikmatan dunia. Namun saat keindahan dan kenikmatan dunia hilang, saat itu juga kita bisa merasakan kehadiran Allah. Karena sesungguhnya Allah tidak pernah kemana2, hanya DIA tertutup oleh keindahan dan nikmat dunia, hati kita tertutup oleh kabut kefanaan.

Iyyaa, ada dari ketiadaan... Semua yang ada disekitar kita adalah ketiadaan dan apa yang kita miliki saat ini adalah ketiadaan yang sesungguhnya. Janganlah lagi kita teripu dengan keindahan dan kenikmatan dunia, karena sesungguhnya itu semuanya adalah ketiadaan yang sesungguhnya. Ketiadaan yang menjauhkan diri kita dari DIA yang Maha Tunggal, ketiadaan yang menjadi kabut penghalang kehadiran DIA.

Jadi jawaban dari pertanyaan kenapa kok kita bisa merasa dekat dengan gusti Allah pada saat kita terpuruk, adalah tipu daya dari ketiadaan yang kita ciptakan sendiri... Karena sesungguhnya apa yang ada saat ini, berasal dari ketiadaan...