sarikata

ketika sang waktu tidak lagi bersahabat, gunakan hati untuk bermain dengan hari

12 June 2012

Belajar Hidup dari Orang Gila

Orang gila!! Orang gila!!! Orang gila!!!!

Sering kali kita dengar teriakan anak-anak mengolok-olok orang gila yang berpakaian lusuh bahkan mungkin juga tidak berpakaian dengan ekspresinya yang menakjubkan, bahkan mungkin kita juga pernah melakukan juga. Kadang kita juga berpikir bahwa orang gila itu mengerikan dan kita menilai mereka seperti sampah yang layak kita singkirkan dan hindari, karena membuat nilai buruk lingkungan kita bila ada mereka.

Namun apakah pernah kita berpikir kita juga sama gilanya seperti mereka atau bahkan lebih gila dari mereka. Kita yang mengaku sehat dan pintar, sanggup melakukan segala cara dan mennghalalkan apapun demi memperoleh keuntungan pribadi. Bahkan ada yang sanggup menyingkirkan keluarga, saudara, kerabat, sahabat dan teman demi kepuasan pribadi. Kita yang mengaku sehat dan cerdas, sudah tidak lagi memperdulikan apapun yang ada di sekitar kita dan tidak lagi peduli akan nurani kita. Sehingga kita tidak sanggup lagi tahu apa itu bersyukur dan kita menjadi makhluk yang serakah dan selalu merasa kurang.

Sepertinya kita sesekali memang perlu belajar dari orang gila, hidup mereka begitu lepas tanpa tekanan ataupun suatu pengharapan yang rumit di dalam menjalani hibup. Bukan karena mereka telah kehilangan akal sehat mereka atau tidak lagi bisa berpikir, namun lebih dikarenakan jauh di dalam hati atu bathin mereka sudah tidak mampu lagi menerima tekanan. Sehingga tanpa mereka sadari mereka melepaskan diri dari segala tekanan yang mengakibatkan mereka seperti kehilangan pikiran, padahal sesungguhnya mereka telah berusaha dan belajar menerima dan melihat segala sesuatu dengan kondisi bathin yang sangat bersyukur (puas).

Belajar dari orang gila yang bisa menerima kondisi dan keadaan apapun, mereka bisa mensyukuri hidup Kita lihat mereka tanpa banyak berpikir mau menerima apa yang ada dihadapannya, mereka tidak berpikir enak atau tidak, bersih atau kotor, bagus atau jelek, tinggi atau rendah. Mereka seolah orang yang merdeka, orang-orang yang mampu melepaskan belenggu bathin dan pikiran untuk selalu bisa menerima serta bersyukur dengan apa yang ada dihadapan mereka ataupun mereka terima.

Kadang semakin kita berhasil, kita berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas hidup. Mulai dari cara kita berpakaian, memilih jenis makanan, kendaraan, rumah dan sebagainya dan sebagainya. Bahkan kita juga membatasi pergaulan hanya untuk kalangan tertentu. Bukankah justru kita sendiri yang telah mengurung bathin dan pikiran kita, kita telah memenjarakan diri kita dan merantainya dengan rantai baja yang sulit untuk dilepaskan. Tanpa sadar kita telah memprlakukan diri kita layaknya penajahat atau narapidana yang telah berbuat kejahatan, bayangkan dan betapa indahnya bila kita bisa bebas dalam menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan.

Sebenarnya kebahagiaan itu mudah kok dan bisa kita temukan dengan cara yang sederhana. Kebahagiaan yang sederhana adalah senyum, dengan kita selalu tersenyum kita telah menyebarkan aura positif di sekitar kita dan senyum kita akan menular kepada orang yang ada dihadapan kita. Saat kita melihat mereka tersenyum, betapa kebahagiaan itu akan hadir di depan kita dan begitupun orang-orang yang ada di sekitar kita.

Pernahkan kita berdiskusi dengan nurani kita, mungkin kita lebih sering membuat hati nurani kita terdiam dan kita lebih mengutamakan keinginan ataupun kehendak kita. Seperti orang gila yang sering berbicara sendiri, kita juga perlu melakukan itu pada diri kita. Sebenarnya apa yang dilakukan mereka adalah berdiskusi untuk mencari solusi penting dan mengevaluasi setiap tindakan kita, kita seperti bercermin dan berbicara sendiri didepan cermin itu bisa membuat kita menjadi lebih tenang. Karena secara psikologi kita membutuhkan teman hidup, dengan berbicara pada cermin hati kita akan besar kemungkinan kita akan menemukan jawaban terbaik untuk diri kita.

Ada sebuah cerita nyata di suatu daerah di pulau Madura, dimana ada orang gila yang selalu menambal jalan penghubung desa sepnjang 14 km dengan tanah ataupun batu. Dia memberi kenyamanan pada para pengguna jalan dan itu dia lakukan lebih dari 10 tahun serta dia selalu memberikan senyum dan hormat kepada pengguna jalan yang dia temuik. JIka dilihat dari kalimat berita singkat tersebut.. Siapakah yang gila? Siapakah yang tidak memiliki hati? Siapakah yang tidak memiliki naluri? Siapakah yang tidak bisa memiliki rasa syukur? Siapakah yang tidak memiliki kebebasan? Kita atau Orang Gila????

1 comment:

Anonymous said...

Orang gila itu tidak membiarkan dunianya bergesekan dengan orang lain, mereka begitu sempurna membangun dinding yang membuat mereka lebih bahagia terlepas kesakitannya ketika lapar, dihina atau di tolak masyarakat...
https://anggadarkprince.wordpress.com/2017/01/14/dunia-yang-bergesekan/