Aku
kembali terbangun setelah aku rasakan lelah dan penat yang teramat sangat, jarum
pendek jam menunjuk ke angka dua dan jarum panjangnya menunjuk angka empat. Tak
terasa delapan jam sudah aku terlelap setelah semalaman aku langkahkan kakiku
tak menentu arah, hati dan pikirankupun tak tahu entah mau kemana
Dibatas
kerinduan dan kehampaan tak terasa airmata kembali menetes di pipiku, hati yang
mati suri tiba-tiba terjaga oleh bunyi adzan subuh. Entah dimana aku dan berapa
ribu langkah kakiku, sampailah aku di rumahMU untuk memenuhi panggilanMU
Kerinduan
adalah musim yang tak akan pernah terdiam tenang, resahpun datang dan gelisah
berulang mengusik hati. Hanya dzikir dan do’a menjadi penawar pereda rasa pedih
dan sakit, dalam senyap airmata perlahan-lahan kembali menitik
Dalam
pagi yang masih pekat kembali aku langkahkan kakiku dan kini hanya satu
tujuanku, mencari tempat istirahat yang bisa menenangkan pikiran dan hatiku.
Kuterjaga
dalam hampa, terasa begitu sepi dan senyap disekitarku. Kubuka jendela kamar yang
telah menyediakan aku tempat untuk berbaring dan terlelap, sejenak aku lepaskan
rasa lelahku dalam penat kerinduan. Kunikmati taman firdaus yang aku buat dan
sejenak aku kembali ke harapan yang dulu sempat kita rangkai, namun itu semua
tinggal kenangan.
Gontai
aku keluar kamar dan kubuat segelas teh manis hangat, kemudian aku menuju joglo
yang ada disamping bangunan utama. Kulempar tubuhku di kursi santai sambil menikmati
hijaunya dedaunan dan birunya gunung salak, serta warna langit yang mulai surut
jingga.
Kembali
airmata ini mengalir saat kerinduan dalam hati perlahan mengusik, dan terasa
makin sesak disetiap udara yang aku hirup. Beribu pertanyaan menikam hatiku, masihkah
dirimu merasakan kerinduan yang sama.
Bila
masih ada kerinduan dan cintamu, kenapa engkau perhitungkan semua perhatian dan
waktumu. Masih sangat jelas teringat dipikiranku semua hal menjadi
sangat-sangat kau perhitungkan
“Bukankah
baru saja aku kirim kabar?!”
“Bukankah
baru tadi kita bersama?!”
“Belum
juga sehari, belum juga seminggu…”
Tak
tahukah dirimu bahwa aku selalu merindumu setiap saat, dan setiap waktu
terlewat kujauh darimu semakin melemahkan diriku.
Bilakah
masih ada kerinduan dan cintamu, saat setiap kabar kerinduanku membuatmu tidak lagi
merasa nyaman. Lidah telah membuat kita terluka, akankah ego akan membuat kita
terpisah?
Aku
seperti biola Stradivarius-ku yang kini hanya tinggal dua dawai dan tidak lagi
bisa melantunkan suara indah kehidupan, hanya terdiam dalam kotak.
Kuhirup
teh hangat ditanganku sambil aku nikmati ketidakberdayaan ini, aku yang
terkurung dalam ruang cinta dan kerinduanku. Tak tahukah dirimu? Tak sanggup ku
berucap lagi padamu meskipun dalam pelukanmu, bahwa engkaulah cinta dan
kerinduanku.
* inspirasi : Bayanganku
No comments:
Post a Comment