sarikata

ketika sang waktu tidak lagi bersahabat, gunakan hati untuk bermain dengan hari

21 November 2014

Sabar (give generation)


Matahari telah beranjak kembali ke peraduannya dan adzan maghrib-pun berkumandang, anak-anak di daerah ini yang sedang asik bermain langsung bubar dan berhamburan pulang ke rumah. Termasuk kedua jagoanku, mereka segera masuk, mandi dan seperti biasa kami melaksanakan sholat maghrib berjamaah.

Selepas sholat maghrib, sambil menunggu makan malam yang sedang disiapkan ibunda penghias rumah kami. Tiba-tiba anakku yang pertama berkata, “Ayah, boleh tanya sesuatu?”

“Ada apa?” tanyaku

“Buat apa kita harus belajar? Temanku  cukup dengan menyontek, dia mendapatkan nilai bagus”

“Kenapa aku harus menabung? Sedangkan temenku jajan terus dan tidak harus menabung untuk mendapatkan sesuatu”

“Kenapa aku harus menghormati teman-temanku? Padahal mereka bersikap seenaknya terhadapku”

“Kenapa aku harus menjaga lisan untuk tidak menyakiti? Meskipun teman-temanku berbicara seenaknya dan menyakiti”

“Buat apa aku membantu ibu membersihkan rumah? Di rumah teman-temanku ada pembantu, kenapa kita enggak memiliki pembantu?”

“Aku capek melakukan semuanya ayah, aku capek menahan diri, dan aku ingin seperti mereka, karena mereka tampak senang. Aku ingin bersikap seperti mereka”

Kemudian anakku yang kedua menimpali omongan kakaknya dan memiliki pendapat yang sama. Aku bisa memberikan jawaban yang tepat buat mereka, karena akan sangat susah dicerna bagi mereka seandainya aku sampaikan secara lisan. Mereka akan sulit untuk memahami hal ini.

“Hari sabtu besok kita jalan-jalan yaa… ayah akan tunjukkan suatu tempat dan kalian pasti akan suka”, hanya jawaban itu yang bisa aku berikan. Mereka tampak bingung karena aku sama sekali tidak menanggapi keluh kesah mereka dan sekaligus senang karena akan diajak jalan-jalan.

Singkat cerita sampailah kami ditempat yang saya janjikan, “Ayo ikut ayah, kita akan menuju tempat yang tidak akan kalian lupakan”

Kami menyusuri jalan setapak yang masih berupa tanah, selain tempatnya masih lembab dan semalam tempat tersebut habis diguyur rintik hujan yang cukup membuat basah serta makin becek. Kaki kami kotor oleh tanah lumpur, kulit kami sedikit gatal terkena bulu-bulu ilalang dan serangga, dan ditambah lagi ada beberapa belukar yang berduri.

Setengah perjalanan, anak-anakku mulai mengeluh kakinya kotor, badannya gatal dan ada beberapa luka sayat karena duri. Ditambah karena jalanannya yang licin, jalanpun sedikit susah karena kita harus menjaga keseimbangan agar tidak terpeleset atau jatuh. Mereka mengeluh dan mengatakan ketidak senangan atas jalan yang kami lalui.

Setelah sekian lama, sampailah kami disebuah telaga yang dilengkapi dengan air terjun yang tidak begitu tinggi (hanya sekitar 6 meter tingginya) dan tidak jauh dipinggir telaga ada sebuah batu lempeng besar yang bisa buat duduk 8 orang. Disekeliling danau tersebut tumbuh beberapa tanaman dengan bunga-bunga yang sangat Indah, disini juga ada beberapa jenis kupu-kupu yang sangat indah warnanya dan jumlah mereka sangat banyak. Telaga ini memiliki bagian yang cukup dalam, jadi tidak disarankan untuk berenang. Namun justru karena cekungan tersebut, telaga ini juga terdapat beberapa jenis ikan tawar yang kadang sering berenang di permukaan air dan menambah indahnya telaga tersebut.

Kulihat mereka sangat senang dan kagum terhadap telaga dimana kami tuju, mereka membasuh kaki, tangan dan mukanya dengan air danau yang sangat segar.

“Tempat apa ini namanya ayah? Sangat indah, sangat bagus, aku sangat menyukainya” kata anakku yang pertama

“Kakak, kakak… lihat sini!! Kupu-kupunya bagus banget” teriak anakku yang kedua yang segera berlarian didampingi ibunya sehabis kami membasuh muka.

Mereka tampak senang, mereka sangat kagum sama tempat tersebut. Aku panggil dan ajak mereka duduk di lempeng batu besar di tepi telaga sambil kami nikmati bekal yang kami bawa.

“Kalian suka tempat ini?”, kataku. Dan hanya dijawab dengan anggukan oleh kedua anakku. “Kalian tahu kenapa tempat ini sangat sepi dan hampir tidak ada yang datang, padahal sangat indah”

“Kenapa ayah?”, tanya mereka serempak.

“Karena mereka segan melalui jalan jelek yang kita lewati tadi, mereka tidak bisa dan tidak mau bersabar melalui jalanan itu”, kataku sambil menujuk jalan yang barusan kami lewati.

“Itulah jawaban yang kalian tanyakan beberapa hari lalu, kenapa kalian harus kuat, kenapa kalian harus bersabar dan kenapa kalian tidak boleh mengeluh capek. Apakah tadi kalo ayah ikutin keinginan kalian untuk kembali, kalian akan melihat tempat ini?”

“Tidak ayah”, jawab mereka hampir bersamaan

“Berarti kita harus bersabar ya ayah?”, sahut anakku yang pertama selanjutnya.

“Kita harus kuat dan tidak boleh mengeluh ya ayah?”, anakku yang kedua melengkapi pertanyaan kakaknya.

“Benar, kalian harus sabar dalam belajar, butuh kesabaran dalam berkata dan bersikap baik, butuh kesabaran dalam setiap kejujuran, karena kesabaran dan hati yang kuat dalam setiap kebaikan akan diganjarkan sesuatu yang Indah dan kita akan menjadi pemenang. Seperti saat kita lewati jalan tadi, bukankah kaki kita dikotori oleh lumpur, duripun melukai kulit kita, serangga dan ilalangpun membuat gatal kulit kita. Namun akhirnya semuanya tidak sia-sia khan…?! Kita sampai pada sebuah telaga yang sangat Indah, seandainya kita tadi menyerah dan putar kembali ke mobil dan maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Padahal kaki kita sudah berlumpur, kulit kita sudah luka dan gatal-gatal, oleh karena itu kita harus sabar dan kuat”

“Tapi ayah, kenapa sangat sulit dan melelahkan untuk bersabar?”, tanya anakku yang kedua

“Ayah tahu, oleh karena itu ayah dan ibu akan mendampingi dan membantu kalian agar tetap kuat dan mengangkat kalian kembali saat kalian jatuh. Tapi ingat yang selalu ayah katakan bahwa kalian suatu saat akan sendiri, oleh karena itu jangan pernah gantungkan diri kalian kepada orang lain atau siapapun, jadilah diri kalian sendiri.”

“Iya ayah… aku mengerti, kita harus selalu bersabar dalam kebaikan. Karena surga pasti jauh lebih indah dibandingkan telaga ini khan ayah?!”, kata anakku yang kedua.

“Kita harus tetap bersabar dan tegar saat yang lain terlempar” imbuh anakku yang pertama.

Mereka memang anak-anak yang cerdas, bahagianya aku memiliki mereka. (give generation)

No comments: