Matahari telah beranjak
kembali ke peraduannya dan adzan maghrib-pun berkumandang, anak-anak di daerah
ini yang sedang asik bermain langsung bubar dan berhamburan pulang ke rumah.
Termasuk kedua jagoanku, mereka segera masuk, mandi dan seperti biasa kami melaksanakan
sholat maghrib berjamaah.
Selepas sholat
maghrib, sambil menunggu makan malam yang sedang disiapkan ibunda penghias
rumah kami. Tiba-tiba anakku yang pertama berkata, “Ayah, boleh tanya sesuatu?”
“Ada apa?” tanyaku
“Buat apa kita harus
belajar? Temanku cukup dengan menyontek,
dia mendapatkan nilai bagus”
“Kenapa aku harus
menabung? Sedangkan temenku jajan terus dan tidak harus menabung untuk
mendapatkan sesuatu”
“Kenapa aku harus
menghormati teman-temanku? Padahal mereka bersikap seenaknya terhadapku”
“Kenapa aku harus
menjaga lisan untuk tidak menyakiti? Meskipun teman-temanku berbicara seenaknya
dan menyakiti”
“Buat apa aku membantu
ibu membersihkan rumah? Di rumah teman-temanku ada pembantu, kenapa kita enggak
memiliki pembantu?”
“Aku capek melakukan
semuanya ayah, aku capek menahan diri, dan aku ingin seperti mereka, karena
mereka tampak senang. Aku ingin bersikap seperti mereka”
Kemudian anakku yang
kedua menimpali omongan kakaknya dan memiliki pendapat yang sama. Aku bisa
memberikan jawaban yang tepat buat mereka, karena akan sangat susah dicerna
bagi mereka seandainya aku sampaikan secara lisan. Mereka akan sulit untuk memahami
hal ini.
“Hari sabtu besok
kita jalan-jalan yaa… ayah akan tunjukkan suatu tempat dan kalian pasti akan
suka”, hanya jawaban itu yang bisa aku berikan. Mereka tampak bingung karena
aku sama sekali tidak menanggapi keluh kesah mereka dan sekaligus senang karena
akan diajak jalan-jalan.
Singkat cerita sampailah
kami ditempat yang saya janjikan, “Ayo ikut ayah, kita akan menuju tempat yang
tidak akan kalian lupakan”
Kami menyusuri jalan
setapak yang masih berupa tanah, selain tempatnya masih lembab dan semalam
tempat tersebut habis diguyur rintik hujan yang cukup membuat basah serta makin
becek. Kaki kami kotor oleh tanah lumpur, kulit kami sedikit gatal terkena
bulu-bulu ilalang dan serangga, dan ditambah lagi ada beberapa belukar yang
berduri.
Setengah perjalanan,
anak-anakku mulai mengeluh kakinya kotor, badannya gatal dan ada beberapa luka
sayat karena duri. Ditambah karena jalanannya yang licin, jalanpun sedikit
susah karena kita harus menjaga keseimbangan agar tidak terpeleset atau jatuh.
Mereka mengeluh dan mengatakan ketidak senangan atas jalan yang kami lalui.
Setelah sekian lama,
sampailah kami disebuah telaga yang dilengkapi dengan air terjun yang tidak
begitu tinggi (hanya sekitar 6 meter tingginya) dan tidak jauh dipinggir telaga
ada sebuah batu lempeng besar yang bisa buat duduk 8 orang. Disekeliling danau
tersebut tumbuh beberapa tanaman dengan bunga-bunga yang sangat Indah, disini
juga ada beberapa jenis kupu-kupu yang sangat indah warnanya dan jumlah mereka
sangat banyak. Telaga ini memiliki bagian yang cukup dalam, jadi tidak
disarankan untuk berenang. Namun justru karena cekungan tersebut, telaga ini
juga terdapat beberapa jenis ikan tawar yang kadang sering berenang di
permukaan air dan menambah indahnya telaga tersebut.
Kulihat mereka sangat
senang dan kagum terhadap telaga dimana kami tuju, mereka membasuh kaki, tangan
dan mukanya dengan air danau yang sangat segar.
“Tempat apa ini
namanya ayah? Sangat indah, sangat bagus, aku sangat menyukainya” kata anakku
yang pertama
“Kakak, kakak… lihat
sini!! Kupu-kupunya bagus banget” teriak anakku yang kedua yang segera
berlarian didampingi ibunya sehabis kami membasuh muka.
Mereka tampak senang,
mereka sangat kagum sama tempat tersebut. Aku panggil dan ajak mereka duduk di lempeng
batu besar di tepi telaga sambil kami nikmati bekal yang kami bawa.
“Kalian suka tempat
ini?”, kataku. Dan hanya dijawab dengan anggukan oleh kedua anakku. “Kalian tahu
kenapa tempat ini sangat sepi dan hampir tidak ada yang datang, padahal sangat indah”
“Kenapa ayah?”, tanya
mereka serempak.
“Karena mereka segan
melalui jalan jelek yang kita lewati tadi, mereka tidak bisa dan tidak mau
bersabar melalui jalanan itu”, kataku sambil menujuk jalan yang barusan kami
lewati.
“Itulah jawaban yang
kalian tanyakan beberapa hari lalu, kenapa kalian harus kuat, kenapa kalian
harus bersabar dan kenapa kalian tidak boleh mengeluh capek. Apakah tadi kalo
ayah ikutin keinginan kalian untuk kembali, kalian akan melihat tempat ini?”
“Tidak ayah”, jawab
mereka hampir bersamaan
“Berarti kita harus
bersabar ya ayah?”, sahut anakku yang pertama selanjutnya.
“Kita harus kuat dan
tidak boleh mengeluh ya ayah?”, anakku yang kedua melengkapi pertanyaan
kakaknya.
“Benar, kalian harus
sabar dalam belajar, butuh kesabaran dalam berkata dan bersikap baik, butuh
kesabaran dalam setiap kejujuran, karena kesabaran dan hati yang kuat dalam
setiap kebaikan akan diganjarkan sesuatu yang Indah dan kita akan menjadi
pemenang. Seperti saat kita lewati jalan tadi, bukankah kaki kita dikotori oleh
lumpur, duripun melukai kulit kita, serangga dan ilalangpun membuat gatal kulit
kita. Namun akhirnya semuanya tidak sia-sia khan…?! Kita sampai pada sebuah
telaga yang sangat Indah, seandainya kita tadi menyerah dan putar kembali ke
mobil dan maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Padahal kaki kita sudah
berlumpur, kulit kita sudah luka dan gatal-gatal, oleh karena itu kita harus
sabar dan kuat”
“Tapi ayah, kenapa
sangat sulit dan melelahkan untuk bersabar?”, tanya anakku yang kedua
“Ayah tahu, oleh
karena itu ayah dan ibu akan mendampingi dan membantu kalian agar tetap kuat
dan mengangkat kalian kembali saat kalian jatuh. Tapi ingat yang selalu ayah katakan
bahwa kalian suatu saat akan sendiri, oleh karena itu jangan pernah gantungkan
diri kalian kepada orang lain atau siapapun, jadilah diri kalian sendiri.”
“Iya ayah… aku
mengerti, kita harus selalu bersabar dalam kebaikan. Karena surga pasti jauh
lebih indah dibandingkan telaga ini khan ayah?!”, kata anakku yang kedua.
“Kita harus tetap
bersabar dan tegar saat yang lain terlempar” imbuh anakku yang pertama.
Mereka memang
anak-anak yang cerdas, bahagianya aku memiliki mereka. (give generation)
No comments:
Post a Comment