Waktu
menunjukkan pukul 23:00 dan hawa dingin sangat menusuk terasa begitu aku keluar
dari mobil. Udara di Vientiane mala mini kenapa terasa begitu dingin, apakah
aku salah kostum yaa..? Aku minta tolong Imron untuk kasih aku waktu sendiri
dan kalo mau temenin agar cukup ikuti aku dari jauh saja, karena kau memang
lagi ingin menenangkan diri dan pikiranku.
Dinginnya
udara Vientiane makin membuatku membeku dalam lelah, kususuri Rue Francois
Nguin yang sunyi. Kakiku terus berjalan menuju taman kecil yang ada di tepi
sungai Mekong, disanalah aku berjanji bertemu Vienna-ku. Masih terngiang di
pikiranku kalimat di email yang dia kirim 5 hari lalu, bahwa tidak ada
seorangpun yang bisa mengendalikan dan membelenggu sebuah hati. Namun bila
memang hati itu telah terikat satu sama lain, terpisahkan oleh apapun mereka
akan tetap berbicara meskipun hanya lewat tanda dan rasa.
Vienna
sangat jarang dan hampir tidak pernah mengirimkan email, bahkan setelah
perpisahan kami yang lebih dari 6 tahun, email dari dia tidak lebih dari 10
kali. Namun entah kenapa, kami selalu bisa merasakan bila salah satu dari kami
sedang dalam belenggu keletihan dan kepenatan di hati kami.
Tak
terasa 10 menit sudah aku berjalan dan telah tiba di tepian sungai Mekong, aku
duduk di salah satu bangku yang ada di taman dan 15 menit lagi Vienna akan
duduk disampingku. Setelah lebih 6 tahun kami tidak pernah bertemu, seperti
apakah Vienna saat ini? Sosok yang sempat mengisi hidupku selama lebih dari 3
tahun, sosok yang mengenalkan aku akan hati, sosok yang mengenalkan aku
bagaimana caranya kita menjadi manusia, sosok yang mengenalkanku akan ketidak
sempurnaan, sosok yang sangat sabar menjadi penyeimbangku saat aku mulai
limbung. Namun ternyata perjalanan hidup menuliskan hal berbeda dengan rencana
kami, akhirnya kami terpisah jarak dengan waktu tempuh hampir 15 jam dengan
menggunakan pesawat terbang. Memang kebersamaan
kami tidaklah lama, entah kenapa hati kami seolah masih selalu bersama.
Samar
kulihat sosok anggun dengan gaun putih kombinasi kerudung garis warna biru
mendekat ke arahku, masih sangat bersahaja dengan senyum yang bisa meneduhkan
siapapun yang memandangnya. Sorot matanya yang tajam namun teduh, benar-benar
sangat aku kenal dan merupakan sorot mata yang selalu bisa membuatku melembut.
Tutur katanya yang lembut dan sorot matanya yang meneduhkan, benar-benar
kombinasi yang sangat membuatku nyaman disertai dengan kelembutan belain
tangannya. Ya Allah, gerangan apakah yang aku rasakan saat ini?
Ada
rasa rindu, sedih, sakit, bahagia, senang dan rasa lainnya yang tak terlukiskan
saat kami bertatap muka. Tak kuasa kumenahan air mata untuk menetes keluar,
seolah kuingin mengadu bahwa aku sangat-sangat merindukan dan membutuhkan dia. Kami
memiliki waktu yang sangat sedikit dan terbatas, karena aku harus pergi lagi
sebelum pukul 23:50. Tak banyak yang kami bicarakan, hanya sekedar kabar dan aktifitas
apa yang kami kerjakan sekarang. Memang benar kalo cinta tidak akan pernah
salah, karena ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Bukan aku yang mencari
dirimu atau kamu yang mencari diriku, tapi cinta tepah menyatukan dua hati yang
berbeda.
60
menit di Vientiane dan 20 menit pertemuan kami, benar-benar memiliki arti jauh
lebih besar daripada jarak dan waktu tempuh yang harus kami jalani. 20 menit
yang sanggup mengobati kegundahan hati kami, 20 menit yang telah menunjukkan ke
kami bahwa hati kami masih bersama, 20 menit yang membuka mata kami bahwa masih
ada cinta disana.