sarikata

ketika sang waktu tidak lagi bersahabat, gunakan hati untuk bermain dengan hari

29 July 2014

Imanlah, sumber kebahagiaan


Perjalanan mudik dan lebaran tahun ini ada beberapa kejadian janggal dan aneh yang aku temuin sepanjang jalan. Mulai dari  seorang anak yang dekat dan terasa kenyamanan dalam pelukanku, padahal kami tidak kenal sebelumnya. Sebuah mimpi dimana aku pergi ke sebuah kota dan disana aku merasakan kenyamanan serta ketenangan hati. Bertemu dengan dua orang bapak-bapak tua yang tidak aku kenal, dalam pertemuan yang sangat singkat tersebut ada kalimat mereka meninggalkan tanda tanya besar di dalam diri.

Bapak tua yang pertama yang aku temui saat sahur di daerah Batang, pertemuan yang tidak sampai 5 menit itu ada sebuah kalimat membuatku penasaran setelah pertemuan dengan bapak tua yang kedua, “Ikhlaskan saja yang menjadikan beban dan membuat berat langkah kita, suatu saat nanti dia akan mengerti dan menyesal atas pengingkaran terhadap kebahagiaan yang mas tawarkan”. Entah aku yang lupa atau bagaimana, kenapa “dia” bukan ”mereka atau orang-orang atau…” dan kenapa dipenggalan kalimat depan menggunakan kata “kita” dan di penggalan kalimat kedua dengan kata “mas”.

Bapak tua yang kedua yang menemui aku saat sholat subuh, ashar dan terakhir temenin aku jalan pulang dari sholat ied. Si Bapak malah ingin ikut sama aku, dia bisa membantu apa saja dan katanya tidak usah di gaji tidak apa-apa, cukup bisa tinggal sama aku dan makan seadanya saja. Saat berulang kali aku bilang, “Maaf.. Saya belum bisa menerima Bapak, karena saya saat ini hanya kost”. Namun si Bapak beberapa kali pula bilang, “Mungkin saya belum beruntung untuk memperoleh kebahagiaan saya, karena saya yakin saya akan mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan saya bila sama nak mas” dan aku hanya tersenyum sambil sekali lagi minta maaf.

Kalimat kedua Bapak tersebut sangat ada kemiripan, namun kalimat bapak yang kedua terlalu tinggi menyanjungku, dengan seolah mengatakan bahwa aku sumber kebahagiaan dia. Aku tidak menyalahkan atas pemikiran dia, karena mungkin dia sangat ingin bisa bersama aku, namun pemikiran itu sangat tidak tepat.

Karena yang aku pahami dan setelah aku cari-cari di internet, bahwa tidak ada sesuatu yang bisa membahagiakan jiwa, serta membersihkan dan menyucikannya atau membantunya bahagia dan mengusir kegundahannya, selain iman. Keimanan kepada Allah SWT.

“Siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dan dia” beriman”, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang bahagia. Sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS An Nahl ayat 97)

Imam Syafi’i berkata : “Iman adalah keyakinan seseorang kepada Allah dalam hati, diucapkan dengan lidah dan dipraktekkan dengan anggota badan”

Abraham Maslow dan Ian Marshal juga membuktikan bahwa 80% kesuksesan seseorang dipengaruhi oleh kecerdasan emosional dan spiritual, selainnya adalah factor lain. Iman adalah kekuatan dalam diri kita, iman adalah energy jiwa kita, dan bila jiwa kita kuat, maka semua yang diluar kita akan mudah ditaklukkan. Kita dengan mudah dapat menyelesaikan masalah-masalah diluar kita, bila masalah-masalah di dalam diri kita dapat dengan mudah anda taklukkan. Bahkan dunia dapat kita taklukkan dengan energy iman yang kita milki, Alexis De Tocqueville berkata: “Dunia adalah milik mereka yang memiliki lebih banyak energy”

Dan pada satu titik yang berlawanan, awal penderitaan adalah tatkala kita merasa telah menyembah Tuhan dan ternyata sebenarnya kita justru menyembah diri sendiri. Karena kita tunduk sama pemikiran diri sendiri, bukan tunduk pada Tuhan dan agamanya. Bukannya akhirat yang menjadi tujuan utama kita, namun dunia sebagai tujuan utamanya. Pada kondisi seperti ini sebenarnya kondisi keimanan kita sangat lemah, kita akan merasa cepat lelah, mudah sakit dan merasa sempit dalam kehidupan sehari-hari (berlimpah tapi akan selalu merasa kurang). Inilah yang dimaksud dalam QS Thaha ayat 124, “Siapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit

Fenomena seperti ini sering kita temui dalam kehidupan bermasyarakat, saat semua peringatan dimentahkan. Bahkan yang sudah berkeluarga, kehidupan keluarganya tidak terasa nyaman, anak-anaknya yang susah diatur dan segala sesuatunya selalu terasa kurang atau selalu terasa lapar. Tidak akan ada yang memuaskan akan apa yang ada dimilikinya atau tidak akan pernah merasa kenyang akan apa yang dimakannya. Itu tidak lain karena dampak daripada rizqi yang di dapatkan bukan dari cara atau tempat yang halal. Rasulullah telah bersabda: “ Tiada mendatangkan faedah bagi daging yang tumbuh dari sumber yang haram, ‎melainkan nerakalah tempat yang sewajarnya bagi daging itu.” (HR Imam Turmudzi)

Maka tanpa keraguan lagi, untuk kita memiliki iman atau sumber kebahagiaan itu maka kita agar selalu mencari Rizqi dari cara dan tempat yang halal. Demikian juga Islam yang kita anut telah menganjurkan agar kita berusaha dengan tekun dan memberikan yang terbaik. ‎Sebagai umat yang menjadi panutan sudah sewajarnya kita menunjukkan bahwa setiap usaha kita adalah yang terbaik yang akan ‎membuahkan hasil yang baik juga.

Karenanya,
Iman membuat kehidupan menjadi indah dan dinamis,
Iman membawa jiwa pada ketenangan dan kebahagiaan,
iman membuat hidup terasa ringan, nyaman dan dimudahkan dalam segala hal

Karena,
Iman adalah semangat
Iman adalah kehidupan
Dan imanlah sumber kebahagiaan itu

No comments: