Setelah semalaman sampai dini hari merenung dan
diskusi dengan sahabatku, waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi dan aku kemudian
pamit pulang.
Namun ada rasa enggan untuk langsung pulang dan ada
perasaan rindu kepada teman, kakak, adik dan ponakan yang merupakan bagian dari
generasi terabaikan. Mereka tinggal dilingkungan kumuh di bilangan Jakarta
Pusat. Masih adakah saudara-saudaraku itu? Sudah lama sekali aku tidak mampir
ke mereka, sudah lebih 2 tahun.
Kemana janji hatimu An? Itulah kalimat yang
sontak tergiang di dalam pikiranku. Kemana janji yang akan merubah generasi
terabaikan menjadi sebuah generasi tangguh, generasi cerdas dan generasi
berbagi.
Mereka adalah generasi tangguh yang sanggup
berkelana dalam sesak dan desakan realita. Mereka adalah generasi cerdas yang
sanggup meneriakkan kebenaran dan tidak ada gumam kemunafikan. Bahkan teriakan
mereka terdengar merdu bak lagu, karena alunan dan tangga nada mereka tidak
memiliki tahta ataupun mahkota.
Teringat aku
kalimat jujur seorang ibu muda,
“Mas, maafin
aku yaa.. Mau tanya, apakah berdosa jika aku jual diriku karena aku dan
anak-anakku lapar?”
“Mbak, kamu
tidak usah takut.. Allah maha tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin aku dan
orang-orang sepertiku yang berdosa, karena tidak bisa membantu dan membiarkan Mbak
melakukan itu. Mbak seorang ibu, Mbak seorang pejuang, penyesalan dan istighfar
Mbak pasti akan di dengar Allah.” jawabku
Apakah salah
dia melacur? Jangan-jangan kitalah sang pelacur itu, karena kita masih mau
berbuat apa saja demi dunia (harta, nama baik dan jabatan)
Untaian lagu kehidupan yang tidak akan kita
dengar dan rasakan di lagu-lagu yang dijual di outlet-outlet music dan CD. Lagu
yang sangat jujur, semua terlantun apa adanya dan sangat sederhana.
Bahkan lewat lagu tersebut mereka ungkapkan kesunyian
mereka dalam keramaian. Dinding-dinding tebal yang dibangun menjulang tinggi
disekitar mereka, seakan menghalangi dan menutup mereka dari kenikmatan yang
ada dibaliknya. Mereka yang dibalik dindingpun seolah tidak peduli dan begitu
egois akan kenikmatan itu.
Terlontar
ucapan lugu dari peri kecilku,
“Om, kenapa
kata ibu aku tidak boleh ke situ? (sambil dia tunjuk sebuah mall dan
apartemen). Terus kenapa kok aku tidak mungkin seperti Om atau Tante (sambil
dia berpikir), tante siapa Om? Aku yakin Om, suatu hari nanti aku bisa seperti
Om dan Tante.. Khan tinggal sekolah yang pinter dan cepet besar ya Om…”
Aku tatap
matanya yang bulat dan bersinar,
”Kamu pasti
bisa sayang.. pasti bisa dan itu sangat mudah untuk jadi seperti Om dan Tante
atau apapun yang kamu inginkan”
“Kamu ingin
ke situ(mall dan apartemen)?”
Dia
mengangguk tanda mengiyakan, akhirnya kami kesana.. Saya beserta 6 peri2 kecil (oki
dan Nirmala)
Mereka adalah generasi terabaikan, akankah kita
biarkan mereka kehilangan mimpinya? Akankah kita biarkan mereka selalu
ketakutan untuk menapak hari esok? Akankah kita akan biarkan mereka selamanya
berteman dengan lapar dan dahaga? Mereka hidup di negeri yang konon katanya subur
dan tak layak mereka hanya akan menunggu kematian kemudian terkubur. (2806)
No comments:
Post a Comment